Senin, 22 November 2010

PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

nyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.”

Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional. Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional.

Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik
Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable).

Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain.

Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.

Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:

- memotivasi belajar peserta didik
- memperjelas informasi/pesan pengajaran
- memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting
- memberi variasi pengajaran
- memperjelas struktur pengajaran.

Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.

Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran

Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan.

Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar.
Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan.

Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya, (a) menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno, (b) konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa, (c) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan, (d) menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,. (e) memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.

Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar.

Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).

Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya.

Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.

Jenis-jenis media

Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.

Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.

1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .

2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.

3. Media Audio-visual
a. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara. b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.

4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
e. Belajar terprogram f. Komputer

Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Transparansi (OHT)
Bahan cetak ( buku, modul, handout )

Media yang memerlukan keahlian khusus :
Program audio visual
Program slide, Microsoft Powerpoint
Program internet

Yang tergantung hadirnya guru misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Tansparansi (OHT )
Sedangkan yang tidak bergantung kehadiran guru misalnya :
Umumnya media rekam
Bahan belajar mandiri (dapat dipelajari tanpa guru/ pengajar )

Pemilihan Media

Tiap jenis media mempunyai karakteristik atau sifat-sifat khas tersendiri. Artinya mempunyai kelebihan dan kekurangan satu terhadap yang lain . Sifat-sifat yang biasanya dipakai untuk menentukan kesesuaian penggunaan atau pemilihan media ialah :

Jangkauan:
Beberapa media tertentu lebih sesuai untuk pengajaran individual misalnya buku teks, modul, program rekaman interaktif (audio, video, dan program computer). Jenis yang lain lebih sesuai untuk pengajaran kelompok di kelas, misalnya media proyeksi (OHT, Slide, Film) dan juga program rekaman (audio dan video). Ada juga yang lebih sesuai untuk pengajaran massal , misalnya program siaran ( radio, televisi, dan konferensi jarak jauh dengan audio).

Keluwesan :
Dari segi keluwesan, media ada yang praktis mudah dibawa kemana-mana , digunakan kapan saja, dan oleh siapa saja, misalnya media cetak seperti buku teks , modul , diktat , dll.

Ketergantungan Media :
Beberapa media tergantung pemakaianya pada sarana/fasilitas tertentu atau hadirnya seorang penyaji/guru.

Kendali / control :
Kadang-kadang dirasa perlu agar control belajar ada pada peserta didik sendiri ( pelajar individu), pada guru ( pelajaran klasikal ) , atau peralatan.

Atribut :
Penggunaan media juga dapat dirasakan pada kemampuanya memberikan rangsangan suara, visual, warna maupun gerak.

Biaya :
Alasan lain untuk menggunakan jenis media tertentu ialah karena murah biaya pengadaan atau pembuatanya .
Media transparansi (OHT ) adalah sarana visual berupa huruf , lambang, gambar, grafis maupun gabungannya yang dibuat pada bahan tembus pandang atau transparan untuk diproyeksikan pada sebuah layar atau dinding dengan menggunakan alat yang disebut “overhead projector “ atau OHP.

Sebagaimana halnya dengan semua jenis media proyeksi , OHT mempunyai kemampuan untuk membesarkan bayanganya di layar atau didinding sejauh kekuatan lensa dan sinar proyeksinya dapat mendukung . Oleh sebab itu , OHT sangat sesuai untuk kegiatan seminar, lokakarya, pengajaran maupun latihan yang melibatkan kelompok sasaran yang cukup besarnya sampai efektif 60 orang.

Selebihnya mungkin perlu ditunjang dengan sarana “sound system“ yang memadai karena keterbatasan jangkauan suara pengajar. Untuk dapat menggarap maupun memanfaatkan media ini sebaiknya kita harus mengenal karakteristiksnya. Media OHT mempunyai kelebihan- kelebihan dan kelemahan- kelemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaannya.

Dampak perubahan media komunikasi pada media pembelajaran

Nasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti .

Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita.

Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari . Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan .

Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa .

Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid . Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.

Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas .

Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya.

Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan.

Di Amerika Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar.

Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.

Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia.

Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya :

(1) Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu.

(2) BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .

Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.
 

Sabtu, 06 November 2010

Model Pembelajaran Bilingual Bidang Studi dengan Pendekatan DBTU


MODEL PEMBELAJARAN BILINGUAL BIDANG STUDI
DENGAN PENDEKATAN DBTU
Oleh
Prof. I Wayan Subagia, Ph.D.
Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA
Abstrak
Model Pembelajaran Bilingual Bidang Studi (PBBS) merupakan salah satu model pembelajaran yang diperlukan guru-guru Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Model pembelajaran tersebut mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dan pembelajaran bahasa Inggris yang dilakukan secara bersama-sama. Pendekatan DBTU adalah pendekatan pembelajaran yang diakomodasikan dari konsep-konsep pembelajaran keterampilan berbahasa yang terdiri atas keterampilan mendengar, membaca, menulis dan berbicara. Melalui pendekatan tersebut pembelajaran bidang studi dilakukan dalam bentuk siklus yang terdiri atas empat langkah kegiatan belajar, yaitu: DENGAR, BACA, TULIS, dan UCAP.
1. Pendahuluan
Pembelajaran bilingual merupakan bentuk pembelajaran dengan menggunakan dua bahasa berbeda. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pembelajaran bilingual adalah pembelajaran dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pembelajaran bilingual dilakukan untuk menjembatani siswa mempelajari materi pelajaran yang tersedia dalam bahasa Inggris, atau mengkomunikasikan materi pelajaran yang dipelajari dalam Bahasa Indonesia dalam bahasa Inggris. Pembelajaran bilingual dimaksudkan untuk membantu peserta didik mempelajari materi pelajaran yang tersedia dalam bahasa Inggris bagi siswa yang sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang digunakan dalam komunikasi keilmuan secara internasional. Penggunaan bahasa Inggris dalam mempelajari atau mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, termasuk salah satu tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang dikenal dengan pembelajaran bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Specific Purposes, ESP) (Deller & Price, 2007). Dalam hal ini, pembelajaran bahasa Inggris berkaitan erat dengan karakteristik ilmu pengetahuan yang dipelajari peserta didik. Oleh karena itu, karakteristik bidang studi menjadi bagian penting dalam pengembangan model pembelajaran bilingual.
Bahasa Inggris yang digunakan dalam PBBS tergolong ke dalam bahasa Inggris terapan (applaid English) yang digunakan secara khusus, yaitu untuk mempelajari bidang studi tertentu. Setiap bidang studi mempunyai karakteristik keilmuan berbeda dan juga menggunakan istilah-istilah keilmuan berbeda. Misalnya, dalam bidang studi kimia digunakan istilah adsorpsi (adsorption) dan absorpsi (absorption) untuk menyatakan fenomena serapan suatu materi pada materi lain. Istilah adsorpsi digunakan untuk menyatakan serapan permukaan, sedangkan istilah absorpsi digunakan untuk menyatakan serapan keseluruhan. Di samping itu, bahasa Inggris yang digunakan, terkadang, sudah dalam bentuk ungkapan kompleks (memiliki arti tertentu) yang kurang tepat apabila diterjemahkan kata demi kata. Misalnya, pernyataan attractive forces yang berarti gaya tarik, bukan ”gaya yang menarik”; balancing equation yang berarti menyetarakan reaksi, bukan ”menimbang reaksi”; dan lone pair electron yang berarti pasangan elektron bebas, bukan ”pasangan elektron sendirian”.
Keterampilan berbahasa, termasuk berbahasa Inggris, terdiri atas empat keterampilan pokok, yaitu keterampilan mendengar, membaca, menulis, dan berbicara. Keempat keterampilan tersebut digunakan sebagai dasar pengembangan pendekatan pembelajaran yang diberi nama pendekatan DBTU yang merupakan singkatan dari BACA, DENGAR, TULIS, dan UCAP.
Dalam tulisan ini diuraikan beberapa konsep teoretis pembelajaran bilingual, model PBBS, langkah-langkah pokok (sintaks) pembelajaran dengan pendekatan DBTU, dan asesmen hasil belajar.
2. Pembelajaran Bilingual
Menurut National Association for Bilingual Education, pembelajaran bilingual pada dasarnya berarti pembelajaran yang dilakukan dengan dua bahasa oleh guru atau siswa untuk berbagai tujuan kegiatan sosial dan pembelajaran (http://www.nabe.org/ education/index.html). Selanjutnya, konsep bilingual diartikan sebagai pendekatan pembelajaran di kelas dengan tujuan meliputi: 1) pembelajaran bahasa Inggris, 2) penunjukkan pencapaian akademik, 3) pengkulturasian imigran pada masyarakat baru, 4) melindungi kelompok bahasa minoritas dan warisan budaya, 5) memfasilitasi penutur bahasa Inggris untuk mempelajari bahasa kedua, 6) mengembangkan sumber belajar nasional, atau 7) kombinasi-kombinasi dari tujuan di atas.
Pendapat lain menyatakan bahwa yang dimaksudkan sebagai pembelajaran bilingual adalah pembelajaran bahasa Inggris bagi anak-anak yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris (non-English sepaking children). Program ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak-anak untuk meningkatkan kemampuan dalam matematika, sains, sosial sains bersamaan dengan belajar bahasa Inggris (http://www.proenglish.org.issues/ education/beindex. html).
Pembelajaran bidang studi yang diintegrasikan dengan pembelajaran bahasa Inggris dikenal dengan Content and Language Integrated Learning yang disingkat CLIL (Mehisto, Marsh, & Frigols, 2008). Lebih lanjut dinyatakan bahwa CLIL merupakan pendekatan pembelajaran yang mempunyai dua fokus. Dalam hal ini, tambahan pelajaran bahasa digunakan untuk pembelajaran bahasa Inggris dan bidang studi. Misalnya, dinyatakan bahwa di Malaysia CLIL digunakan untuk pembelajaran matematika dan sains dalam bahasa Inggris.
Deller & Price (2007) menyatakan, ada empat latar belakang pembelajaran dengan pendekatan CLIL, yaitu: 1) pembelajaran bahasa asing untuk tujuan umum, 2) pembelajaran bahasa asing untuk tujuan khusus dikenal dengan English for Specific Purposes (ESP), 3) pengajaran bahasa asing antar-kurikulum (cross-curricular), dan 4) pengajaran bidang studi melalui bahasa asing.
Ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan bahasa antara pembelajaran bahasa di kelas dan pembelajaran bidang studi di kelas. Dalam pembelajaran bahasa, keempat keterampilan berbahasa (membaca, mendengar, berbicara, dan menulis) merupakan bagian proses dan hasil akhir pembelajaran yang menjadi tujuan, disertai dengan pengenalan bahasa baru, latihan, dan pengecekan pengetahuan linguistik. Dalam pembelajaran bidang studi, empat keterampilan berbahasa di atas digunakan untuk mempelajari informasi baru dan menunjukkan serta memahami bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, pengetahuan bahasa lebih utama digunakan untuk menguasai bidang studi daripada untuk penguasaan bahasa tersebut. Struktur dan gaya bahasa yang dipelajari umumnya lebih kompleks (Deller & Price, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran bilingual bidang studi, antara lain bertujuan untuk: 1) peningkatan pencapaian akademik peserta didik dalam bidang studi, 2) peningkatan penguasaan bahasa Inggris bagi pengajar dan peserta didik yang tidak mempunyai latar belakang bahasa Inggris, dan 3) mengembangkan sumber belajar nasional dalam dua bahasa (materi ajar bilingual).
Konsep dwibahasa (bilingual) yang dimaksudkan dalam pembelajaran bilingual untuk di Indonesia adalah pembelajaran dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris dalam pembelajaran bilingual tidak dimaksudkan untuk mengesampingkan penggunaan bahasa ibu (Bahasa Indonesia), tetapi untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan siswa dalam berkomunikasi bidang ilmu secara internasional. Oleh karena itu, kemampuan siswa untuk berbahasa Indonesia yang benar harus terus dipelihara dan ditingkatkan.
Dengan kelambatan masyarakat beradaptasi dalam berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era global, maka dituntut kerja keras untuk menemukan terobosan-terobosan baru untuk memfasilitasi masyarakat beradaptasi dengan dunia global. Berbagai bentuk komunikasi keilmuan, baik melalui media cetak maupun elektronika, dihadirkan dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, apabila ingin menguasai pengetahuan secara lebih luas dan lebih cepat, tuntutan penguasaan bahasa Inggris tidak bisa dihindari.
Ada beberapa konsep pembelajaran bilingual yang digunakan saat ini, antara lain: 1) penggunaan dwibahasa secara proporsional yang dilakukan secara bersama-sama yang dikenal dengan pola immersion, 2) penggunaan bahasa Inggris secara penuh (full English) sebagai bahasa pengantar dengan materi ajar dalam Bahasa Indonesia, dan 3) penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dengan materi ajar dalam bahasa Inggris. Pembelajaran bilingual dengan pola immersion dapat dilakukan secara bertahap. Misalnya, dimulai dengan penggunaan 10% bahasa Inggris dan 90% Bahasa Indonesia, kemudian ditingkatkan terus sampai, paling tidak, 50% bahasa Inggris dan 50% Bahasa Indonesia, baik dalam bahasa pengantar maupun dalam materi ajar. Cara ini baik digunakan untuk pembelajaran dwibahasa yang mempunyai materi ajar juga dalam bentuk dwibahasa. Pembelajaran bilingual dengan menggunakan bahasa pengantar full English umumnya dilakukan dengan tujuan penguasaan materi ajar dalam bahasa lain (di luar bahasa Inggris) yang diajarkan pada penutur bahasa Inggris atau untuk penguasaan materi ajar dalam bahasa Inggris bagi pebelajar yang bukan penutur bahasa Inggris dengan materi ajar bahasa lain (Bahasa Indonesia).
Pembelajaran bilingual dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam materi ajar dalam bahasa Inggris umumnya dilakukan untuk penguasaan materi ajar yang tersedia dalam bahasa Inggris kepada penutur Bahasa Indonesia. Pola ini sudah banyak dilakukan di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi yang menggunakan sumber belajar dalam bahasa Inggris.
3. Model Pembelajaran Bilingual Bidang Studi (PBBS)
Pembelajaran bilingual yang dirintis untuk dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi ajar dan meningkatkan keterampilan siswa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, sudah jelas bahwa tujuan pembelajaran bilingual bukan untuk mengesampingkan penggunaan bahasa ibu atau bahasa nasional, melainkan untuk menambah wawasan dunia global, khususnya dalam penguasaan IPTEK.
PBBS dimaksudkan untuk menyiapkan mahasiswa mengelola pembelajaran bidang studi secara bilingual. Oleh karena itu, PBBS ditekankan pada penguasaan materi pelajaran dan penguasaan empat keterampilan dasar berbahasa dalam bahasa Inggris yang terdiri atas listening, reading, writing, dan speaking. Di samping empat keterampilan tersebut, PBBS juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi bahasa Inggris dalam aktivitas sehari-hari.
Model PBBS dengan pendekatan DBTU diturunkan dari empat keterampilan berbahasa, yaitu: mendengar, membaca, menulis, dan berbicara. Dalam hal ini, pembelajaran bidang studi dilakukan secara bilingual dengan urutan kegiatan belajar mulai dari kegiatan mendengar, membaca, menulis, dan berbicara. Dalam setiap tahapan kegiatan pembelajaran, peserta didik berperan secara aktif untuk membangun pengetahuannya, baik yang menyangkut pengetahuan terhadap isi materi bidang studi maupun pengetahuan kebahasaan, khususnya keterampilan berbahasa.
Secara rinci, tahapan kegiatan PBBS dengan pendekatan DBTU adalah sebagai berikut.
1) Kegiatan mendengar (listening)
Pada kegiatan ini, guru berperan sebagai sumber belajar yang bertugas menyajikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris dan sekaligus menjadi model pengajar bilingual. Melalui kegiatan ini, siswa mendengarkan informasi tentang isi materi pelajaran dan sekaligus melihat model penyajian materi dalam bahasa Inggris, misalnya cara pengucapan kata-kata, penyampaian kalimat, dan keterampilan fisik mengajar lainnya, seperti penggunaan bahasa tubuh (kontak pandang, gerak tubuh, perubahan mimik, dan lain-lain).
2) Kegiatan membaca (reading)
Pada kegiatan ini, guru berperan sebagai fasilitator memfasilitasi peserta didik dengan bahan bacaan yang relevan dengan topik yang disajikan (diinformasikan). Melalui kegiatan ini, siswa memperoleh pengalaman langsung membaca kata-kata atau kalimat-kalimat yang ada dalam buku teks dan sekaligus mengkonfirmasi informasi penjelasan guru. Melalui kegiatan ini, siswa memperkaya pengetahuan isi materi bidang studi dan aspek kebahasaannya melalui pemahaman terhadap isi teks bacaan. Kamus bahasa Inggris – Indonesia, merupakan alat bantu yang harus disiapkan oleh siswa untuk mempelajari kata-kata baru. Selain kamus, guru juga berperan sebagai sumber informasi atau fasilitator untuk membantu siswa memahami teks.
3) Kegiatan menulis (writing)
Pada kegiatan ini, guru harus menyediakan topik-topik esai yang harus dikerjakan siswa. Topik-topik tersebut bisa berupa pertanyaan yang harus dijawab atau masalah yang harus dipecahkan dalam bentuk esai sederhana. Pada tahap ini, siswa berlatih menulis materi yang telah dipelajari. Guru, selain menyediakan topik-topik esai, juga berperan membantu siswa dalam menulis.
4) Kegiatan berbicara (speaking)
Pada kegiatan ini, siswa diminta untuk mempresentasikan atau menyajikan karya tulisnya di hadapan teman-temannya. Di sini, siswa akan berlatih untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, guru berperan untuk memfasilitasi presentasi dan sekaligus memoderasi jalannya diskusi.


4. Sintaks Model PBBS dengan Pendekatan DBTU
Ada dua teori belajar yang melandasi pengembangan model PBBS dengan pendekatan DBTU, yaitu: teori konstruktivis dan teori siklus belajar. Menurut teori konstruktivis, dinyatakan bahwa guru tidak dapat memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke kepala siswa, melainkan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahaun yang telah dimiliki dan pengetahuan yang baru diterima (Fosnot, 1996). Menurut teori siklus belajar dinyatakan bahwa pengkonstruksian pengetahuan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan kegiatan pembelajaran (Lawson, 1995, Subagia, 2003; 2008).
Berdasarkan konsep teoritis di atas, Model PBBS dengan Pendekatan DBTU dilakukan dengan tahapan pokok pembelajaran (sintaks) sebagai berikut.

No.
Tahapan/Fase
Kegiatan Pembelajaran
1.
DENGAR
Guru menjelaskan materi pelajaran secara umum dan sekaligus mendemonstrasikan cara mengajar secara bilingual.
Siswa mendengarkan penjelasan guru dan sekaligus memperhatikan cara mengajar bilingual yang didemonstrasikan guru.
2.
BACA
Guru menyiapkan bahan bacaan yang harus dibaca siswa untuk mendalami materi yang telah dijelaskan guru pada Fase 1 dan memberikan tugas-tugas.
Siswa membaca materi bacaan yang diberikan serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.
3.
TULIS
Guru memberikan topik-topik yang harus ditulis siswa dalam bentuk esai sederhana. Topik-topik tersebut bisa berupa pertanyaan atau masalah.
Siswa menulis esai sesuai dengan topik dan pedoman penulisan yang diberikan.
4.
UCAP
Guru meminta siswa untuk mempresentasikan esainya di depan kelas secara bergiliran.
Siswa mempresentasikan esainya dan menyimak presentasi teman-temannya.

4. Asesmen dan Penilaian Hasil Belajar
Dengan menerapkan model PBBS dengan pendekatan DBTU, asesmen dan penilaian hasil belajar siswa dilakukan dengan pendekatan penilaian hasil belajar secara otentik dan komprehensif (Doran, Chan, dan Tamir, 1998). Penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan sesuai dengan pengalaman belajar yang dilakukan siswa. Penilaian secara komprehensif adalah penilaian yang dilakukan meliputi seluruh komponen aktivitas belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan cara tes dan nontes. Tes digunakan untuk menilai penguasaan materi pelajaran karena penguasaan materi pelajaran tetap merupakan tujuan utama dari pembelajaran bilingual. Nontes digunakan untuk menilai aktivitas belajar yang dilakukan siswa yang terdiri atas kegiatan mendengar, membaca, menulis, dan berbicara. Tiap-tiap keterampilan berbahasa tersebut hendaknya dibuat rubrik penilaiannnya. Misalnya, penilaian kemampuan mendengar, kemampuan membaca, kemampuan menulis, dan kemampuan berbicara.
Beberapa cara asesmen dan penilaian hasil belajar siswa dapat dilakukan sebagai berikut. Kemampuan mendengar diases dengan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan informasi yang disampaikan guru pada tahap awal. Kemampuan membaca diases dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang isi bacaan, baik yang menyangkut kebahasaan maupun isi materi. Kemampuan menulis diases melalui tulisan atau esai yang dibuat. Kemampuan berbicara diases melalui kegiatan presentasi yang dilakukan.
5. Penutup
Model pembelajaran bilingual bidang studi semakin diperlukan untuk memfasilitasi pembelajaran di sekolah-sekolah, terutama sekolah-sekolah dalam kategori RSBI atau RSMABI. Keperluan tersebut sejalan dengan keinginan pemerintah untuk memiliki minimal satu sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten kota pada setiap jenjnag pendidikan (SD, SMP, SMA). Namun demikian, model pembelajaran bilingual untuk keperluan tersebut masih langka sehingga penyelenggaraan pembelajaran bilingual di sekolah-sekolah masih sangat terbatas. Model PBBS dengan pendekatan DBTU yang diuraikan dalam tulisan ini, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran bilingual untuk mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pembelajaran bahasa Inggris. Dengan memperhatikan karakteristik model PBBS dengan pendekatan DBTU yang salah satunya menuntut guru untuk menjadi model, maka usaha untuk menyiapkan para guru menjadi guru-guru bilingual sangat diperluka

Belajar sambil bermain dengan Komputer

From SpeedyWiki

Jump to: navigation, search
oleh: Onno W. Purbo
Sering kali kita menjadi tidak kreatif dan mengajarkan anak-anak untuk menggunakan komputer seperti orang dewasa. Banyak sekolah dasar di Indonesia mengajarkan komputer untuk anak-anak untuk keperluan mengetik, membuat presentasi, menghitung menggunakan spreadsheet yang sebetulnya tidak cocok untuk anak-anak.
Dunia komputer jauh lebih luas daripada sekedar mengetik, membuat presentasi dan menghitung spreadsheet. Pada kesempatan ini akan di jelaskan khususnya untuk sistem operasi Linux, karena memang jauh lebih banyak aplikasi pendidikan yang menarik dan bebas / gratis di Linux di bandingkan di sistem operasi Windows.

Contents

[hide]

[edit] Cara Belajar Sambil Bermain

Pengalaman saya dalam belajar sambil bermain. Di awal proses belajar tersebut tampaknya anak tidak mungkin kita lepas sendiri karena kemungkinan tidak tahu arah kemana harus mencari atau menggunakan aplikasi pendidikan.
Sangat di sarankan bahwa anak-anak terutama untuk pra-sekolah dan TK di dampingi oleh guru atau orang tua dalam proses belajar tersebut. Tapi untuk SD, mungkin ada baiknya dibuat suasana kompetisi atau kerjasama kelompok dalam belajar sambil bermain komputer tersebut karena memang software yang ada sangat memungkinkan hal ini terjadi.

[edit] Aplikasi Belajar Sambil Bermain

Konsep yang di kembangkan mungkin lebih cocok di sebut belajar sambil bermain. Aplikasi belajar perlu di tambahkan ke Ubuntu yang normal, karena Ubuntu yang normal biasanya belum di instalasi aplikasi untuk belajar ini. Bagi anda yang menggunakan Sabily, yang merupakan turunan Ubuntu, maka anda cukup beruntung karena Sabily sudah menambahkan beberapa aplikasi untuk pendidikan ini ke dalam desktop. Detail tentang cara menambahkan aplikasi pendidikan di Ubuntu akan di jelaskan sesudah ini.
Kumpulan aplikasi pendidikan pada dasarnya dapat di akses melalui dua (2) menu, yaitu,
Applications → Education
Applications → Games
Sebagian besar memang adanya di Education. Tampak pada gambar adalah menu aplikasi pendidikan yang ada di menu Education.
Aplikasi pendidikan yang ada pada menu Games memang tidak sebanyak pada menu Education karena memang lebih banyak Games di situ. Salah satu Games pendidikan yang mungkin akan menarik untuk di lirik adalah:
Tux Math
Tux Typing
Walaupun bentuknya game, tapi menarik untuk digunakan untuk pendidikan.

[edit] Contoh Software Pendidikan untuk Pra-Sekolah & TK

Salah satu aplikasi paling klasik untuk pendidikan pra-sekolah adalah Tux Paint. Tux Paint pada dasarnya adalah aplikasi untuk menggambar. Bedanya dengan Paint Brush di Windows, Tux Paint sudah di lengkapi dengan banyak fasilitas yang membuat menggambar menjadi sangat menyenangkan. Salah satu yang mungkin akan membuat anak-anak menjadi suka adalah fasilitas Stamp. Menggunakan fasilitas Stamp Tux Paint menyediakan gambar-gambar yang sudah jadi, tentang Hewan, topi, pesawat dan banyak lagi. Yang menariknya lagi, pada saat anak mengklik salah satu gambar hewan tersebut maka Tux Paint akan mengeluarkan bunyi suara hewan yang di maksud. Jadi anak-anak menjadi tahu bentuk, gambar dan suara hewan tersebut.
Cara menggunakan Tux Paint sangat mudah sekali, mungkin yang perlu di arahkan adalah kreatifitas anak dalam berkarya menggambarkan dan memvisualisasikan apa yang ada di benak mereka dalam bentuk gambar-gambar.

[edit] Contoh Software Pendidikan untuk SD

Tux Math barangkali software paling klasik untuk pelajaran matematika di SD. Berbeda dengan proses belajar yang lain yang lebih banyak berupa latihan (drill). Tux Math berbentuk game, anak-anak akan di ajak untuk berlomba-lomba menjawab / mengisi angka dari pertanyaan matematika. Jika gagal beberapa kali menjawab pertanyaan maka “meteor” yang berisi pertanyaan akan menghancurkan Iglo tempat Pinguin mengamankan diri dan akhirnya akan hancur. Mereka yang dapat secara cepat menjawab pertanyaan akan memperoleh skor yang paling tinggi dan jadi pemenang.
Game seperti ini akan menjadi menarik karena di suasana kompetisi sangat terasa. Ada beberapa tingkat kesulitan yang di tawarkan oleh Tux Math, mulai dari yang sangat sederhana seperti tambah kurang, hingga tingkat yang lebih rumit seperti kali bagi hingga jawaban minus.
Untuk menambah tegang suasana Tux Math juga mengeluarkan suara / musik yang akan terasa jika komputer di sambungkan ke Speaker.
Kumpulan software aplikasi yang tidak kalah menarik bagi anak-anak SD adalah Gcompris yang berisi sangat banyak game untuk mendidik anak. Game yang ada membantu akan dalam berhitung, membaca dan aktifitas motorik anak, mengenali keyboard, mengenali mouse dan masih banyak lagi. Sambil bermain. Bahkan anak saya sampai kelas 3 SD sangat suka dengan game ini.